Selasa, 09 Desember 2008

DUGAAN MASYARAKAT SAMARINDA TENTANG "PENYEBAB BANJIR"

Sering terjadi banjir atau genangan air akibat hujan di beberapa lokasi di Kota Samarinda pada akhir-akhir ini, khususnya pemukiman sepanjang sungai Karangmumus atau anak sungai Karangmumus, memunculkan tanda tanya pada para korban banjir. Apa penyebab terjadinya banjir di lokasi-lokasi tersebut???. Banyak sekali dugaan atau jawaban sementara (tuduhan) yang bermunculan dari benak masyarakat Samarinda yang mengalami banjir, diantaranya:
  1. Banjir yang sering terjadi di tempat saya disebabkan ada penambangan batu bara baru di hulu sungai karangmumus.
  2. Pembangunan mal-mal, ruko-ruko, perumahan dan fasilitas umum (stadion) yang semakin tak terkendali menyebabkan lokasi dan frekwensi banjir bertambah.
  3. Perambahan dan Perusakan hutan di hulu sungai karangmumus menyebabkan banjir semakin sering dan parah.
  4. Curah hujan yang semakin tinggi pada tahun penyebab utama sering dan parahnya banjir di beberapa tempat di Samarinda
  5. Pendangkalan yang berjalan di alur sungai karangmumus menyebabkan sering dan parahnya banjir di beberapa lokasi di Samarinda.
  6. Sering dan tingginya Banjir terjadi akhir-akhir ini disebabkan bertambah luasnya pembukaan lahan pertambangan baru, dan pengupasan lahan untuk lapangan terbang baru di sei-siring.
  7. Bertambah banyaknya sampah dibuang di sungai menyebabkan banjir sering terjadi dan lebih parah akhir-akhir ini.
  8. Curah hujan yang tinggi dan terjadinya pasang laut tinggi yang bersamaan menyebabkan banjir yang lebih sering dan parah.
Tentunya masih banyak dugaan (jawaban sementara) atas tanda tanya pada benak warga Samarinda yang kebanjiran, bahasa kasarnya "umpatan" atau "tuduhan" yang terucap oleh banyak warga Samarinda yang mengalami kerugian materiil dan psikologis akibat banjir. Namun, umpatan, tuduhan, kalau dihaluskan "dugaan" atau "jawaban sementara" dari warga dapat dipandang sebagai "hipotesis" yang merupakan jawaban sementara masalah (pertanyaan dalam benak mereka) terkait dengan banjir. (dasar dosen metodologi penelitian, tuduhan dijadikan hipotesis) Agar dugaan ini dapat dibuktikan benar atau salah, maka perlu dilakukan survey/studi, alias penelitian.

Penelitian adalah merupakan akativitas ilmiah, yang menggunakan langkah sistematis, transparan, metodis, terukur dan analitis. Penggabungan berpikir deduktif dan induktif adalah inti dari penelitian.

Deduktif, berarti menurunkan rumusan masalah ditelusuri atas dasar "model paradigma Banjir Samarinda" bukan model paradigma banjir miliknya Belanda loh.... (nanti bisa salah sasaran apalagi kalau dilakukan studi banding ke Belanda tanpa pertimbangan matang, malah nambahin masalah bukan solusi... he.. he...).

Induktif berarti berangkat dari rumusan masalah dilakukan studi lapangan untuk mengumpulkan fakta-fakta atau data-data, kemudian diolah, dianalisa dan diuji kebenarannya. (ini aja dilakukan berkesinambungan tiap tahun, daripada bingung tiap tahun mencari aktivitas lain yang tak jelas untuk penyerapan APBD ho... ho... ho....) Hasil uji akan menunjukkan apakah benar atau salah jawaban sementara atau dugaan sementara yang mereka miliki.

Permasalahan utama, bagaimana masyarakat awam mengetahui dan memahami "model paradigma banjir"???. Inilah tugas dari pemerintah, para tokoh, para dosen untuk mensosialisasikan, agar mereka mengerti tentang Banjir dan penyebabnya. Dengan mengerti "model paradigma banjir" mungkin akan menggugah kesadaran untuk ikut berperan serta dalam menanggulangi banjir atau ikhlas dalam keadaan kebanjiran yang harus mereka hadapi (karena belum ada solusi atau memang tidak bisa diatasi seiring dengan perambahan kawasan terbuka oleh kegiatan warga Samarinda, rawa jadi perumahan, hutan jadi kebun, kebun jadi pabrik, semak jadi lapangan/stadion/gedung, semak jadi areal tambang, sungai semakin dangkal, sehingga tak ada ruang bagi air untuk meresap ketanah atau mengalir ke saluran sungai dengan lancar, berputar-putar di sekitar pemukiman warga, tidak tertampung oleh kapasitas penampang sungai , tidak ada lain kecuali ikhlas). (kata warga Samarinda, ikam gundul yang kami ikhlaskan... he... he...)

Tapi, masih ada juga yang usil berprasangka, jangan-jangan para pemangku kepentingan dari pihak pemerintah yang tidak memahami "paradigma banjir Samarinda", atau mereka tidak mau tahu atau belum menemukan solusi atau memang tidak ada solusi sehingga tak berdaya mengendalikan banjir, kalau ini yang terjadi.... lebih baik kita melatih "KESABARAN" dan "IKHLAS". (mimi, sabar dan ikhlaskan rumah mimi kebanjiran terus setiap tahun, mungkin belum ketemu solusinya atau bahkan memang tidak ada solusinya, yang penting bagaimana anak kita bisa tumbuh dan tetap bisa beraktivitas, selalu gembira dan sehat berdampingan dengan banjir tahunan..... he... he.... he...)

Namun, bila "paradigma banjir" sudah dipahami oleh semua masyarakat dan pemerintah, tidak secara otomatis banjir dapat ditangani, tapi masih membutuhkan rangkaian kegiatan lain yang penting yaitu "MELAKUKAN PENELITIAN YANG BERKESINAMBUNGAN" terkait dengan pengendalian banjir. Anggaran dan Pembangunan untuk kepentingan pengendalian Banjir tentunya atas dasar hasil penelitian yang ditarik dari "paradigma banjir Samarinda". Hasil penelitian inilah yang menjadi dasar dalam melakukan tindakan nyata (pengambilan keputusan) dalam menangani masalah spesifik terkait dengan banjir di Samarinda. Satu penelitian hanya dapat memecahkan masalah spesifik yang menjadi titik awal sebuah penelitian. Oleh karena banyak masalah yang mungkin muncul dalam menangani masalah banjir atau masalah mungkin berjenjang ada masalah utama dan ada masalah anak (akar masalah), jadi membutuhkan banyak penelitian untuk banyak masalah dan penelitian yang berkesinambungan untuk memecahkan masalah yang berjenjang. Insya Allah, maka jawaban masalah akan ditemukan, dan tindakan tepat dapat dihasilkan.


(oleh: EkoPU)

Tidak ada komentar: